PALANGKA RAYA – Sebanyak 20.940 guru terancam tidak boleh mengajar lagi, apabila sampai 2015 tak juga mengantongi ijazah S1.
Hal itu seiring sesuai ketentuan
Undang-undang (UU) Nomor 14 / 2005 tentang guru dan dosen, yang
mewajibkan guru dan dosen boleh mengajar jika sudah menempuh kuliah S1.
Khususnya bagi guru yang belum menempuh
S1, Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) mengeluarkan
Permendiknas 58 / 2008 tentang penyelenggaraan Program Sarjana S1
Kependidikan bagi Guru dalam Jabatan(PSKGJ).
Kemudian Kemendiknas mengeluarkan
keputusan 015 / 2009 tentang penetapan perguruan tinggi penyelenggara
PSKGJ. Universitas Palangka Raya (Unpar) ditunjuk sebagai penyelenggara
untuk mendidik 20.940 guru tersebut menjadi sarjana S1.
Ketua Penyelenggara PSKGJ Unpar Drs
Edison MPd mengakui, tugas yang sangat berat harus ditangani pihaknya.
Terlebih sejak PSKGJ dibuka Unpar 2009 sampai 2010, hanya ada sekitar
2.000 guru yang sudah dididik menjadi S1.
“Setiap semester kita berarti setahun
dua kali. Tahun ini kami sudah ada koordinasi dengan Kabupaten Katingan
yang akan mengirimkan guru sebanyak 687 dan Palangka Raya 400, yang
lainnya belum,” ujar Edison ketika berbincang-bincang dengan Kalteng Pos
(Grup JPNN) di ruang kerjanya kemarin (15/1) siang.
Dipaparkannya, berdasarkan data dari
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Kalteng, bagi guru lulusan
Sekolah Menengah Atas (SMA) 11.068 orang, D1 sebanyak 458, D2 mencapai
8.392 dan D3 tersisa 1.022, wajib mengikuti kuliah dengan ketentuan 60
persen termediasi (mempelajari modul) dan 40 persen tatap muka.
“Sebanyak 16 kali pertemuan satu
semester aturannya. Tetapi bagi guru yang belum S1 ini, ada peraturan
Mendiknas yang memberikan pengakuan pengalaman kerja dan hasil belajar.
Sehingga mereka tak harus kuliah. Tak semua guru mendapatkannya,” ujar
dia.
Selain itu, ia juga menyayangkan
pemerintah daerah baik provinsi, kabupaten maupun kota yang belum
menganggarkandana untuk membantu program tersebut. Pasalnya PSKGJ dalam
peraturan menteri disebutkan biasa swadana alias guru yang membayar.
Sementara kekuatan tenaga didik atau
dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) yang dimiliki Unpar
untuk mengajarnya, sebanyak 380 saja dari 12 Program Pendidikan (Prodi)
di Unpar. Sedangkan untuk pertemuan normal sewajarnya satu orang dosen
diikuti 15 sampai 20 guru peserta didik.
“Kami satu orang dosen mengajar 60
orang. Belum lagi kalau mengajarnya harus ke Kasongan, Tumbang Samba dan
Pagatan, untungnya kami dibantu Pemda setempat transport ke daerah.
Kalau tidak, bisa dibayangkan kan?” ucapnya.
Pun begitu disampaikannya ada solusi
lainnya, yakni guru yang sudah memiliki ijazah S1 dan S2 dapat menjadi
tutor modul. Selain itu berdasarkan keputusan rektor Unpar, dana
pemungutan biaya kuliah bagi guru hanya sebesar Rp 3,5 juta per satu
semester.
“Menengok universitas di Surabaya atau
di Jawa, biaya pendidikan yang harus dibayar guru sebesar dua puluh juta
lebih. Kita cuma Rp 3,5 dan ketetapannya dana ditampung di kas Unpar
langsung setor ke rekening pusat penerimaan negara bukan pajak (pnbp).
Setahun baru dikembalikan ke Unpar lagi,” bebernya. (abe/sam/jpnn)
Sumber: JPNN